NUSANTARANEWS.CO
– Kesadaran adalah matahari. Kesabaran adalah bumi. Keberanian menjadi
cakrawala. Dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata, demikian bunyi
bait terakhir sajak Paman Doblang karya penyair Burak Merak, W.S. Rendra dan
digubah menjadi lagu oleh Iwan Fals.
Spirit dan makna dari bait sajak yang ditulis di Depok, 22 April 1984 silam,
pantas untuk menggambarkan penggerak rumah baca “Pustaka Madura” di Jl. Raya
Lomaer Blega Bangkalan Madura. Dimana rumah baca masyarakat ini dibangun atas
kesadaran tentang lemahnya minat baca masyarakat.
Menurut Syamsul Arifin salah satu penggagas dan pendiri, Pustaka Madura
digagas dan didirikan oleh dirinya dan Zamzamul Adhim pada 30 April 2016 lalu.
“Dengan hanya bermodal ratusan buku. Itu pun kebanyakan milik kami sendiri,”
kata Arifin kepada nusantaranews.co, Selasa (6/9) malam.
Sebagai gerakan awal, Pustaka Madura yang baru berusia beberapa bulan ini,
menghidupi rumah baca Pustaka Madura dengan cara membuka toko buku. Sembari giat
mensosialisasikan ke masyarakat, khususnya anak muda untuk ikut senang baca
buku.
“Pustaka Madura kami jadikan tempat nongkrong kreatif bagi teman-teman yang
suka diskusi terutama sastra. Namun prioritas kami adalah anak-anak dan remaha
usia SMP dan SMA untuk bisa berminat baca buku,” terangnya.
Dalam perjalanannya, para penggerak keberaksaraan ini, terus bekerja keras,
mengingat respon masyarakat atas keberadaan rumah baca tersebut masih sangat
minim. “sejauh ini kami musti lebih keras berjuang. Minat baca masyarakat masih
rendah atau mungkin karena koleksi kami yang masih sedikit,” ujar dia.
Sebagaimana spirit dalam penggalan sajak Rendra, perjuangan adalah
pelaksanaan kata-kata. Para penggerak rumah baca di Bangkalan itu, terus
melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan minat baca masyarakat. Mereka optimis
dengan apa yang dilakukan.
“Kami masih mencari-cari celah menggeser kebiasaan anak-anak muda ke buku,
membaca,” kata pemuda yang juga pekerja sastra itu.
Adapun program yang dilakukan sejauh ini, menurut Arifin berupa diskusi
mingguan. “Kegiatan kami selama ini seminggu sekali ngumpul untuk membahas
tulisan (puisi dan cerpen) yang dimuat di koran. Pada 21 Agustus 2016 lalu,
kami mendatangkan penyair muda Madura, Umar Fauzi Balla untuk acara
kepenulisan,” terangnya.
Program yang menurutnya cukup prestisius adalah pegelaran perpustakaan ke
tempat-tempat pedalaman di sekitar. Hal itu dilakukan untuk mendekatkan
buku-buku dengan masyarakat secara langsung. (Sulaiman)
Judul: Spiritualitas Politik: Kesucian Poltik dalam Perspektif Kristiani
Penulis: Paulinus Yan Olla
Penerbit: Gramedia
Terbit: 2014
Tebal: 198 halm
Harga: Rp. 35.000
Tentang Buku
Di tengah-tengah kenyataan praktik bermain-main politik yang salah dan
merugikan kebaikan dan kepentingan bersama ini, dan di tengah-tengah yang
disebut oleh Paus Benediktus XVI sebagai penumpulan etis yang merebak, Pastor
Yan Olla, MSF menawarkan inspirasi yang menarik. Seandainya etika politik yang
diinspirasikan oleh iman Kristiani ini sungguh dijalankan, pelan-pelan
cita-cita untuk membangun kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
akan tercapai.
—Mgr. I. Suharyo Uskup Agung Jakarta dan Ketua Konferensi Wali Gereja
Indonesia (KWI)
Buku ini perlu dibaca oleh siapa saja, termasuk mereka yang non-Kristiani,
karena selain bisa memahami pandangan dan praktik spiritualitas politik gereja
dan umat Katolik, buku ini dapat mendorong penulis non-Kristiani untuk menggali
pandangan keagamaan masing-masing tentang politik yang sebetulnya tidak “kotor”
dan mendorong setiap umat beragama untuk berpolitik bagi perdamaian,
keselamatan dan kesejahteraan manusia.
—Budiarman Bahar Duta Besar RI untuk Takhta Suci Vatikan
Politik itu kotor, karena itu hindarilah. Inilah yang dipahami kebanyakan
orang tentang politik. Paulinus Yan Olla membalik pemahaman ini dengan
menunjukkan bahwa politik adalah jalan menuju kesucian, karena pada dasarnya
spiritualitas politik adalah spiritualitas pelibatan (keterlibatan) seperti
yang ditampilkan dalam keseluruhan pengalaman Kristus dalam mewujudkan
kemaslahatan bersama (bonum commune).
—DR. TA. Legowo Pemerhati Politik dan Mantan Ketua Formappi (Forum
Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia)
Bagi seorang beriman Kristiani, nilai-nilai universal seperti kebenaran,
keadilan, kasih, kebebasan, Hak-hak Asasi Manusia, subsidiaritas, solidaritas,
partisipasi, dan persekutuan, merupakan motivasi utama, dasar pijakan, acuan,
dan pedoman dalam berpolitik. Kalau nilai-nilai ini dihidupi dalam politik
Indonesia, tentunya harta dan takhta tidak akan dilihat sebagai tujuan dalam
politik, melainkan sebagai sarana untuk memperjuangkan kepentingan bersama.
—DR. Neles Tebay, Pr Misiolog, Ketua STFT Fajar Timur, Jayapura dan
Koordinator Jaringan Damai Papua (JDP) di Papua.
Judul: Mencoba Tidak Menyerah
(Aku Bukan Komunis)
Penulis: YUDHISTIRA ANM MASSARDI
Penerbit: Gramedia
Terbit: C1, 1979
Kondisi: bekas
Tebal: 164 halm
Kategori: sastra (novel)
Harga: 75.000
"MENCOBA TIDAK MENYERAH", dengan judul "AKU BUKAN
KOMUNIS" memenangkan hadiah sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenia
Jakarta 1977, menceritakan sebuah keluarga yang menjadi korban suasana akibat
meletusnya peristiwa traumatik GESTAPU/PKI 1965. Roman ini menokohkan
"Aku", seorang anak beserta saudara-saudaranya yang dengan gigih,
dengan kekuatan yang ada, mencoba melepaskan diri dari jepitan nasib dan
"kekejaman" sambil terus menerus ditikam oleh kenyataan-kenyataan
pahit yang tak bisa dielakkan.
Pemesanan
-fb: Pustaka Madura
-line: Pmadura
-twitter: @pustakamadura
-Pin BB: D2CEC51E
-sms/wa: 0817582425
-IG: @pustakamadura #bukusejarah#bukubagus#bukupolitik#bukusastra#bukudiskon#bukumurah #kajiansastra#pustakamadura #bazarbuku