ensiklopedi sastra

ensiklopedi sastra

Penyusun: Pusat Bahasa Depertemen Pendidikan Nasional

Penerbit: Rosda

Harga: 65 rb

Pemesanan
-line: Pmadura
-twitter: @pustakamadura
-sms/wa: 0817582425
-IG: @pustakamadura

Tentang Buku:
ENSIKLOPEDI SASTRA INDONESIA MODERN memuat informasi yang menyangkut pengarang, karya sastra, penghargaan sastra, media penyebar dan penerbit sastra, mitologi yang terungkap dalam teks sastra (terutama puisi), istilah, mazgab, dan peristiwa sastra, penerjemah dan terjemahan sastra, ihwal pengarang, misalnya akan menyangkut informasi tentang pendidikannya, keluarganya, karyanya, dan pandangan orang tentang kehadiran pengarang.

Sebagaimana halnya pengarang, ihwal yang berkaitan dengan karya sastra juga akan riwayat penerbitan dan komentar pemerhati sastra atas karya itu. Komentar khalayak tentang karya sastra lebih ditekankan pada komentar yang bernada positif dengan dasar pertimbangan bahwa tujuan penyusunan buku ini semata-mata untuk memberikan informasi yang menjadikan khalayak pembacanya tertarik untuk membaca karya sastra.
Orang miskin dilarangn kawin

Orang miskin dilarangn kawin

Judul: Orang Miskin Dilarang Kawin

Penerbit: Quanta

Harga: 18 ribu

Pemesanan
-line: Pmadura
-twitter: @pustakamadura
-sms/wa: 0817582425
-IG: @pustakamadura

Tentang Buku:
Buku Orang Miskin Dilarang Kawin berisi kisah-kisah yang yang lucu, menghibur, dan unik mengenai pertentangan para lajang miskin yang ingin kawin.

Kumpulan kisah yang berbasis dari kejadian nyata yang akan membuat pembaca tersenyum-senyum membacanya. Kisah dalam buku ini antara lain, Suami dari FB, Bengkel Cinta, Takut Kawin, dan sebagainya.

Dari semua kisah yang disajikan, pembaca bisa mengambil hikmahnya, agar senantiasa meluruskan niat ketika ingin menikah (kawin). Jangan takut menikah, walauoun saat ini Anda dalam keadaan miskin. Insya Allah, Allah yang Maha Rahman dan Rahim akan memberi Anda rezeki.

Peristiwa-peristiwa dalam buku ini bisa jadi seolah ddi luar logika, namun hal itu makin menunjukkan bahwa betaoa mahabesarnya Allah Subhanallah wa ta'ala.
Buku Ibn Khaldun

Buku Ibn Khaldun

Judul: Muqaddimah Ibn Khaldun

Penerbit: Pustaka Firdaus

Harga: 95 ribu

Pesan
-line: Pmadura
-twitter: @pustakamadura
-sms/wa: 0817582425
-IG: @pustakamadura

Mengenai Buku:
Setiap menyebut nama Ibn Khaldun orang akan selalu ingat pada Muqaddimah, karya bakunya yang sudah tidak asing lagi. Di Timur maupun di Barat banyak orang mengagumi karena tinjauannya yang tajam dan mendalam. Selain mengenai sejarah, yang merupakan "pendahuluan" bagi buku sejarahnya yang lebih luas, buku ini memasuki juga masalah-masalah yang belum pernah ditulis orang sebelumnya dalam bidang sejarah, sosiologi, filsafat dan agama. Arnold Toynbee menyebutnya, "....dalam Muqaddimah-nya ia telah membuat dasar-dasar dan merumuskan suatu filsafat sejarah yang tak dapat diragukan lagi adalah yang terbesar dalam macamnya yang tak pernah diciptakan otak manusia, pada waktu dan tempat yang mana pun."

Muqaddimah sudah diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa dunia, baik sebagian-sebagian maupun secara lengkap, dan dijadikan bahan studi penting dalam penulisan sejarah dan sosiologi. Bulu ini adalah pertama kali terbit dalam bahasa Indonesia.
Sang Pujangga: Sutan Takdir Alisjahbana

Sang Pujangga: Sutan Takdir Alisjahbana

Judul: Sang Pujangga
(70 TAHUN POLEMIK K3BUDAYAAN MENYONGSONG SATU ABAD S. TAKDIR ALISJAHBANA)

Penyunting: S. Abdul Karim Mashad

Penerbit: Pustaka Pelajar

Harga: 75 ribu

Pesan:
-fb: Pustaka Madura
-twitter: @pustakamadura
-IG: @pustakamadura
-Line: pmadura
SMS/WA: 0817582425



Mengenai pemikiran S. TAKDIR ALISJAHBANA oleh Nurcholish Madjid: "Pemikiran-pemikiran Sutan Takdir Alisjahbana sangat relevan rengan situasi saat ini ketika pola penganutan agama sepertinya merupakan jalan yang sudah selesai, berhenti, dan menjadi dogmatis. Filsafat STA pada hari-hari terakhirnya merupakan filsafat yang religius. Takdir adalah seseorang yang berjalan mendaki, dan ketika berada di atas yang ia temukan adalah yang tidak ada. Ungkapan bahwa Takdir merupakan orang yang banyak tahu tentang nol justru merupakan filsafat Takdir. Nol dalam hal ini merupakan sesuatu yang benar-benar serius.
Gambar (foto) yang Tak Menggambarkan

Gambar (foto) yang Tak Menggambarkan

Kerja gambar dalam menjelaskan dirinya sangat unik. Gambar atau foto selalu bisa menjadi sesuatu yang "sederhana" untuk dipahami, yang pada kenyataannya gambar atau foto tidak pernah membicarakan dirinya, tepatnya untuk dirinya. Namun kenyataan dan realitas di luar.

Karena realitas tidak bisa melepaskan diri dari persepsi dan imajinasi, foto atau gambar menjadi "teks"  yang senantiasa terus bergerak menjadi sesuatu dan akan terus menjadi "sesuatu" sehingga gambar atau foto, barangkali membutuhkan hal lain untuk sedikit menyingkap pesona fragmen kehidupan itu.

Judul atau apapun berupa teks yang disematkan di atas foto atau gambar memudahkan kita untuk memahami peristiwa, realitas. Persoalannya judul kemudian menjadi persoalan pelik. Artinya, judul yang semula sebagai solusi dari problem justru menjadi problem baru.

Belum lagi, seperti akhir-akhir ini yang sudah jamak terjadi, foto atau gambar telah  menjadi alat yang dieksploitasi. Aplikasi-aplikasi mengedit sangat banyak dan canggih sedemikian rupa. Resikonya tentu bagi "penghayat" sangat besar. Peristiwa jadi kabur dan kejujuran dinihilkan oleh sesuatu bernama kebangkrutan manusia atas ketidaksiapan menghadapi kenyataan dirinya sendiri.

Di media sosial seperti fb kenyataan itu sungguh luar biasa dilakukan secara massal dan tanpa kekhawatiran akan terjadinya pemerkosaan nilai. Jika sebelumnya foto atau gambar diambil dengan tehnik-penghayatan-imajinasi kini foto menjadi yang tidak bernilai estetik.
foto pribadi
Bisakah menjadi sah menambah atau mengurangi cahaya dalam foto atau gambar untuk mempertegas kerja, mengutuhkan pesan, meningkatkan daya rangsang, misalnya foto hasil bidikan fotografer yang memang dipersepsikan untuk iklan sebuah produk tertentu? Atau foto atau gambar memang tidak pernah benar-benar orisinal tersebab ia dilakukan dengan, baik skill-tehnik tinggi atau tidak sehingga kerja pengeditan menjadi lumrah dan sah?

Tapi kemudian, bagaimana dengan sejarah (waktu), realitas itu sendiri?


By Pengamen Sunyi
Perpustakaan dan Kesepiannya Penyair

Perpustakaan dan Kesepiannya Penyair

Foto pribadi
Rencana untuk mengunjungi penyair Umar Fauzi Balla bulan Februari lalu selalu gagal. Baru pada kesempatan siang tadi (24/2016) tercapai tanpa duga-duga setelah percakapan-percakapan melalui WA semalam dengan beliau.

Hal tersebut sungguh menyempurnakan "ritual" kami di hari Minggu: membaca puisi dan cerpen setiap pagi. Kami gembira siang itu. Seperti kenalan sekian tahun tak jumpa lalu dipertemukan oleh perasaan yang sama: kesepian.

Entah tepat atau tidak istilah itu. Tapi yang jelas kemudian kami saling mengutakan hal yang sedana soal kenapa sastra atau kegiatan literasi di Sampang senyap dikalahkan oleh bunyi thing thing bunyi mangkok penjual bakso yang berjejer di sepanjang jalan kota Sampang.

Dari semua percakapan singkat itu, kami menangkap ambisi dan bergeloranya keinginan si Penyair untuk menghidupkan kegiatan literasi. Itu akan dimulai dengan diadakannya acara peluncuran buku puisi "Kangean" karya penyair Hidayat Raharja.

Kebahagiaan kami adalah: kami menemukan orang tua. Sahabat dan guru. Seseorang yang siap bekerja demi menghidupkan dunia tulis menulis-baca membaca di tengah desakan-desakan lain yang tak kalah penting, kepala rumah tangga.

Si penyair merasa hidup sendiri di Kota Sampang. Tak ada kawan yang bisa diajak ngomong sastra. Tak ada orang yang mau diajak bekerja untuk membangkitkan gairah literasi seperti di Kota Sumenep.

Satu-satunya alasan yang dikemukakan mas Fauzi, pelaku sastra, penyair, seniman, sastrawan Sampang jauh hidup dirantau. Seperti Yogya, Surabaya, Malang dan kota-kota lain. Benarkah? Lalu bagaimana dengan pemerintah Kota Sampang, guru-guru bahasa di SD, SMP, SMA, dan dosen-dosen bahasa, petugas perpustakaan, dan pesantren-pesantren yang jumlahnya begitu banyak itu sendiri?

Aneh jika semua yang kami sebut di atas sama sekali merasa tidak memiliki tanggungjawab besar atas berkembangnya dunia literasi. Sebab, semua instansi dan lembaga tersebut memiliki relevansi dan hubungan erat dengan dunia tulis menulis-baca membaca. Yang itu artinya semua lapisan memiliki tanggungjawab yang sama.

Tentu menggembirakan nantinya akan ada misalnya komunitas atau perkempulan "Persatuan Guru Bahasa Indonesia Sampang" yang tujuan intinya meningkatkan budaya baca-tulis, kreativitas dan kegiatan-kegiatan yang mendorong ke perkembangan dan kemajuan Indonesia, dimulai dari profesi masing-masing atau yang bersangkut paut, misalnya.

Dugaaan kami tentu tidak meleset betul tersebab memang realita seperti yang dikemukakan tak pernah ada. Kita mencukupkan diri pada satu tempat di mana kita berada tanpa memandang perlu adanya koreksi atas kebiasaan nyaman.

Bagaimana mungkin guru bahasa merasa sudah cukup tugasnya dengan hanya mengajar di kelas? Dosen Bahasa Indonesia di sebuah universitas, katakan IKIP Sampang, hanya diam saja setelah keluar dari ruang kuliah? Menggelikan, bukan? Lalu apa yang dimaksud dengan persatuan? Menunggu penjajah, lalu bersatu untuk berperang? Sementara peperangan sudah sejak dahulu telah dimulai: melawan kebodohan.

Kenyataan lain yang memilukan kami mendapati kenyataan bahwa perpustakaan tak kalah kesepiannya dengan mas Fauzi. Kami datang hari Minggu, hari libur sekolah, hari di mana seharusnya, misalnya seorang guru, baik SD, SMP, SMA mengajak peserta didik membiasakan mengunjungi perpustakan--selain bebera faktor lainnya, Sampang (seperti juga terjadi di kabupaten lain) sangat jarang dijumpai toko buku---supaya membaca dijadikan budaya dan kebutuhan pokok dalam hidup. Syukur bisa menjadi takaran gengsi.

Gambar di atas diambil tadi sekitar jam 11, Minggu 24 April 2016. Gambar yang menjelaskan sebuah ruang perpustakaan yang lengang, yang hanya 2-3 pengunjung sedang beraktifitas membaca. Beberapa di antarnya datang untuk selfi semata.

Bagaimana kita memahami ini semua? Bisakah dijelaskan masyarakat memang malas pergi ke perpustakaan daripada pergi ke swalayan tanpa lebih dulu kita upayakan?

Bagaimana sebuah bangsa yang konon berkembang tetapi minat bacanya paling rendah kedua di dunia? Pasti ada yang keliru tentang berkembang. Entah persepsi yang sengaja dihembuskan oleh pemangku kekuasaan atau apa yang dimaksud dengan berkembang sebagai ukurannya adalah membeludaknya kendaraan.

Semoga si penyair tidak akan lagi merasa kesepian.


Penulis: Syamsul Arifin dan Zamzamul Adhim
Televisi, Kekuasaan Dan Rakyat Sebagai Konsumen

Televisi, Kekuasaan Dan Rakyat Sebagai Konsumen

Pak Hary Tanoesoedibjoapa kabar? Semoga bapak baik senantiasa sehingga bapak punya banyak waktu berbuat lebih untuk Indonesia. Negara kita ini.

O iya, pada kesempatan ini, meski kami yakin 100 % bapak tidak akan membaca isi tulisan ini, kami tetap berusaha merampungkanya, setidaknya itu bukti bahwa media semacam blog, fb, twitter, televisi, radio, dll bisa dijadikan alat untuk hal-hal yang bahkan tidak penting sama sekali.

Hampir seluruh rakyat Indonesia memiliki akun faceboock. Tak soal untuk tujuan apa. Yang kasmaran menebar rayuan gombal. Pedagang menjual barangnya. Penyair sibuk (bahkan dalam hitungan menit) memposting puisi-puisinya. Politisi menyerang dan menjual banyak hal gila. Kiai mencaci. Yang putus asa sibuk berkeluh kesah.

Status-status yang kami sebut di atas tidak pernah benar-benar mewakili status-status dalam kehidupan nyata. Tak seolah-seolah kenyataan. Kenyataan tersebut mengerikan. Jarak antara ilusi, delusi, fantasi semakim tipis dan tak terbendung.

Kita beruntung, bapak hidup di suatu masa ketika media seperti fb dan televisi bisa dimiliki siapa saja. Kenyataan itulah, bapak, kami menulis. Dulu ketika pak Harto berkuasa saluran televisi cuma satu dan tak fb.

Tapi sekarang semua orang bisa punya channel. Tentu yang banyak uang, seperti bapak ini. Bapak beruntung bisa berbuat banyak untuk Indonesia melalui media yang bapak miliki. Kami KPI bukan juga milik bapak. Amin.

Bapak jangan tersinggung. Maksud kami, apa KPI, atau orang yang miliki kewenangan mengeluarkan SIUUP adan entah apa dan siapa lagi itu tidak hanya memrhatikan bentuk dalam setiap penyiaran? Misalnya tak hanya soal paha dan payudara?

Baiklah, bapak Hary Tanoesoedibjo seperti lagu iklan partai bapak ditelevisi bapak sendiri. Kenapa tidak ditayangkan di televisi lain? Indosiar, SCTV, TV ONE? Bapak jangan khawatir, sebab bapak bukan satu-satunya di negeri ini.

Lagu bapak tersebut disukai banyak anak-anak kecil yang bahkan tidak mengerti politik atau muatan isi sebuah lagu politik. Adik saya yang baru kelas toga SD hafal keluar kepala lagu partai bapak. Sungguh! sebaliknya lagu Nasional Indonesia Raya atau Sumpah P3muda tidak hafal. Bapak tahu sebabnya?

Bapak boleh mengatakan hal demikian merupakan kegagalan pendidikan (guru) kita. Tapi kami ini menyangkal. Jangan merasa terganggu, yang menulis ini bukan guru kok. Santai, bapak. Kami kutipkan lagu bapak tersebut dan mohon jangan marah kalau teksnya kemudian ada yang tidak seperti bapak yakini.

Marilah seluruh rakyat Indonesia
Arahkan pandangan ke depan
Raihlah mimpimu bagi nusa bangsa
Satukan tekadmu tuk masa depan
Pantang menyerah itulah pedomanmu
Entaskan kemiskinan cita-citamu
Indonesia maju sejahtera tujuanmu
Nyalakan api semangat perjuangan
Dengungkan gema nyalakan persatuan
OLEH BUKU OLEH BUKU jayalah Indonesia

Nyanyian di atas terlalu besar untuk ukuran sebuah partai politik. Terlalu suci. Terlalu murni. Terlalu dipaksakan untuk mrncitrakan politik dan politikus di Indonesia akhir-akhir ini. Itu sebab, dengan sangat hormat kami mengubahnya.

Kembali ke adik kami kelas tiga SD itu. Ia hafal bahkan sering menyanyikannya dengan jadwal padat. Sebelum, ketika dan sesudah makan. Dalam kamar mandi. Bermain kelereng. Ketika akan tidur.

Kami melihatnya sangat kasihan, bapak. Ketika menyanyikannya adik kami tersebut terlihat menyedihkan.

Bapak suka nonton film India? Sama kami juga tidak suka kecuali film yang akan ceritakan ini. Semoga bapak Hary Tanoesoedibjo belum menontonnya. Simak ya, pak.

Di sebuah unversitas ada mahasiswa, yang meski tolol dia sebenarnya penghafal yang baik. Hafal definisi-definisi. Di asmara dan kelas yang termasuk mahasiswa yang baik. Taat peraturan. Meski berlaku curang demi peringkat paling atas.

Namanya Chathur. Sekali lagi dia tolol: dia hafal materi pelajaran, tapi tidak paham apa yang dia hafal. Hafal teks Pidato dan puisi yang disampaikannya dalam bahasa India Murni--si Chathur tidak mengerti bahasa India Murni. Teks pidato tersebut hasil kerja seorang pustakawan yang diminta membantu menuliskannya.

Terjadilah prahara. Di tengah hadirin yang juga hadir menteri, Chathur mempermalukan diri karena ketidakpahamannya. Tidak paham perbedaan kata "pencabulan" dan "keajaiban", "uang" dan "susu" dalam bahasa India Murni.

Apa bapak Hary Tanoesoedibjo memang mengerti situasi seperti ini? Sehingga memanfaatkan peluang itu? Sama dengan rektor univesitas ICE, Shri Viru Sahastrabuddhi?

Bapak Harry, MNCTV memang milik bapak. Tapi tidak perlu juga kan menanyangkan iklan partai politik setiap saat yang bapak dirikan itu bukan?

Berikan kami pilihan lain selain egoisme bapak!


Sudah dulu ya. Semoga politikus tidak memiliki stasiun televisi. Amin.
logo resmi Pustaka Madura

logo resmi Pustaka Madura

Apa yang bisa diharapkan dari usaha toko buku di tengah masyarakat yang tingkat membacanya begitu rendah bahkan sekalipun dibandingkan dengan bisnis jual beli maisan-kesa?

Tak ada. Profit atau laba satu-satunya adalah kepuasan dari upaya keras itu sendiri sambil meyakinan diri sendiri bahwa dugaan sementara orang, membaca sama tak pentingnya dengan menjadi penulis, yang kebanyakan tak mampu membri peluang hidup layak, di tengah masyarakat.

Hal menyedihkan lainnya kenyataan penulis, penyair, novelis, cerpenis, dll membuat jarak beberapa langkah, yang seharusnya selain memiliki tugas menulis sebagai idialisme, juga menyadarkan masyarakat di mana penulis hidup akan pentingnya membaca.

Kami begitu yakin, buku adalah guru terbaik bagi semua pemeluk agama apa pun. Bagi anda yang mengimani Nabi, buku merupakan wahyu bagi siapa saja setelah kewafatan nabi terakhir.

Bagaimana dengan toko buku besar seperti Gramedia, Gunung Agung, Toga Mas? Sama saja. Buku tak lebih hanya sebagai produk. Ia harus memiliki pangsa pasar yang menjanjikan. Toko buku yang kami sebut di atas bertebaran di kota-kota.

Mari kita bertanya, mengapa Gramedia, Gunung Agung, Toga Mas, dll tidak membuka stand di Madura? Jika kita melepas sepenuhnya ini soal bisnis, prioritas utama adalah kota tertinggal.

Bagaimana dengan pemerintah? Dengan adanya Motor Pustaka, Kuda Pustaka seperti yang kita ketahui belakangan ini qadalah reaksi dari kemuakkan Rakyat atas kinerja pemerintah.

Kemiskinan diciptakan. Kebodohan dengan sendirinya berjalan sangat wajar. Pertanyaannya bisa dibolak-balik tergantung bagaimana kita merasakannya. 

Ada negara maju dengan penduduk yang minat baca, kesadaran pemerintahnya akan penting buku sangat rendah? Anda bisa menjawabnya sendiri bahkan oleh orang yang sama sekali tidak pernah tahu buku.

 
Copyright © 2015. Buruh Buku
Design By BukaTHEMES